Friday, June 28, 2013

Ketika ku baca rapot-mu nak

Bukan maksud ayahmu untuk tidak bersyukur menulis ini. Tetapi ini mungkin cerminan pikiran banyak ayah dan bunda yang lain ketika melihat nilai-nilai anak tercintanya dalam sebuah laporan kenaikan kelas.
Ini juga refleksi perasaan kakekmu ketika melihat rapot ayah dulu. Perasaan kakekmu itu begitu dalam ayah rasakan kini karena ayah bekerja banting tulang seperti halnya kakekmu dulu.

 Setiap orang tua bekerja keras tentunya agar anaknya hidup lebih baik dari dirinya. Ayah pernah berbicara dengan seorang maestro seni yang nampaknya sudah kaya lahir bathin dan terkenal. Ketika ditanya harapannya terhadap anaknya di masa depan, ia menjawab “Aku ingin anakku lebih baik dariku. Aku hanya tahu ini sehingga aku mencoba mempermudah hidupnya jika ia mau meneruskan pekerjaanku ini. Tetapi bila boleh memilih, aku ingin anakku hidup lebih dariku dengan cara yang lain.” Ketika kutanya alasannya, ia pun menjawab “Untuk seperti ini sekujur tubuhku telah mencatat luka-lukanya, lidahku sudah kenyang pahitnya mendaki jalan ini. Aku tahu bahwa sedikit yang tersisa di puncak seperti aku ini.

Kami ini hanya manusia, suatu waktu kami punya musuh di tempat kerja yang membawa kami ayahmu kepada perang yang namanya office politics. Tempat kerja menjadi neraka. Mungkin hanya sedikit di antara ayah-ayah yang punya atasan yang baik hatinya. Kebanyakan atasan tidak manusiawi. Mereka ingin memisahkan kami ayahmu denganmu melalui kerja lembur. Kadang kamilah atasan yang tidak manusiawi itu. Tapi kami para ayah mengerjakannya demi kamu menjadi lebih baik daripada kami.

Bila kami tidak kuat akan tekanan, beberapa di antara kami memilih keluar meski harus menganggur. Atau beberapa ayah yang berwirausaha pun suatu ketika jatuh bangkrut dan juga akhirnya menganggur. Tetapi kami para ayah, tetap keluar rumah mencari sesuatu untuk membuatmu lebih baik.
Bayangkan nak, berapa banyak ayah yang terjerat kasus korupsi dan hukum karena ingin anaknya hidup lebih baik tidak jadi koruptor atau penjahat. Atau berapa banyak ayah yang memilih tetap jujur, miskin dan menderita menyaksikan dirinya tidak mampu mewujudkan impian buah hatinya menjadi lebih baik. Kami semua hanya tahu ini untuk dikerjakan.

Engkau pun tidak jauh dari pepatah “Seperti buah yang jatuh dari pohonnya”. Banyak hal yang tidak pernah ayah ajarkan tetapi kau lakukan seperti layaknya ayah dulu melakukannya. Seperti bagaimana dirimu menghabiskan buku catatanmu untuk menggambar bukan untuk mencatat. Mungkin suatu hari nanti ayah akan dipanggil gurumu karena kamu membolos nonton konser group favoritmu. Yaa, ayahmu dulu pernah begitu. 


Engkau pun suatu saat nanti akan merasakan yang kami para ayah rasakan saat ini. Bukan karma, tetapi inilah siklus hidup. Bagai roda ada kalanya di atas dan ada kalanya di bawah. Beberapa teman sekolah ayah yang nampaknya akan kaya tujuh turunan kini hidupnya tidak lebih baik dari ayahmu ini. Tetapi ayah bukan ingin kamu jadi kaya raya dan terkenal. Kami para ayah hanya ingin kamu lebih baik dari pada kami sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, rekan kerja atau usaha dan sebagai umat beragama nantinya. Sehingga pesan kami jangan tutup kisahmu dengan rapotmu kini, tetapi selalu bukalah kisahmu dengan perjuangan menjadi lebih baik di jalan kebaikan apa pun yang kau pilih. Selamat atas prestasimu nak. Apa pun isi rapotmu.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home